Prabowo Ajukan Gugatan Pilpres 2014
Kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa petang tanggal 25 Juli resmi mengajukan gugatan sengketa pemilu presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK). Secara umum, mereka meminta dua hal yakni penghitungan suara dan juga pemungutan suara ulang (PSU).
Klaim Prabowo 1 Juta Bukti Pelanggaran Pilpres 2014
Informasi yang didapat dari laman website jpnn.comm bahwa kubu Prabowo Hatta telah memiliki banyak sekali bukti-bukti pelanggaran pemilihan umum presiden masa jabatan 2014-2019 ini. Berikut pernyataan prabowo dikutip dari jpnn.com.
"Kita akan melanjutkan perjuangan dengan jalur hukum. Kita hampir punya satu juta dokumen (pelanggaran), kita punya 25 ribu saksi," kata Prabowo, Jumat (25/7) malam, di depan ratusan massa pendukung yang sejak siang tadi menunggunya.
Tim hukum pasangan calon nomor urut 1, Habiburokhman di Gedung MK mengatakan permasalahan yang disengketakan mereka ke MK adalah terjadinya kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif di hampir seluruh 33 provinsi di Indonesia.
Sehingga kalau kita persoalkan prosesnya tentu hasilnya menjadi tidak lagi layak atau relevan untuk dipertahankan. Pokoknya secara kasar dengan gugatan ini jumlah suara yang hilang sekitar lebih dari 21 juta suara.
Pelanggaran Pemilihan Umum 2014
selama proses pemilu ditemukan adanya pelanggaran dan kecurangan yang tidak diproses oleh penyelenggara Pemilu, padahal ada bukti yang kuat tentang terjadinya pelanggaran dan kecurangan itu, maka permohonan PHPU ke MK dapat dikatakan beralasan hukum.
Antara lain, apakah ada peraturan perundang-undangan yang dilanggar oleh penyelenggara pemilu, ada rekomendasi Bawaslu yang tidak ditindaklanjuti oleh KPU. Atau selama pelaksanaan pemilu ada suara yang diperoleh pasangan calon tertentu, padahal tidak pernah ada pemungutan suara.
Demikian juga terkait dugaan pemilih yang jumlahnya melebihi jumlah surat suara, kepala daerah yang memobilisasi birokrasi untuk memenangkan pasangan calon, atau mobilisasi pemilih dengan memanfaatkan Daftar Pemilih Tambahan (DPT) dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKT).
“Kalau ini ada, memang harus disebut sebagai pelanggaran. Nah MK nantinya akan menguji semua dalil hukum dan alat bukti yang diajukan oleh pemohon. Apabila berdasarkan fakta-fakta persidangan terbukti ada proses pemilu yang inkonstitusional, bisa saja MK menjatuhkan putusan sela yang memerintahkan KPU melakukan pemungutan suara ulang atau penghitungan ulang,” katanya.
Selain itu, kalau pelanggaran dan kecurangan terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif, MK menurut Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, bisa saja langsung menjatuhkan putusan dengan mengganti pemenang Pemilu. Sebab peserta pilpres hanya ada dua pasangan calon.(jpnn.com).
Post a Comment
Post a Comment